Jumat, 14 Desember 2018

Bursa Efek


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sebagai salah satu damapak positif dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bertambah dan meluasnya tata cara ummat manusia dalam melakukan usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai salah satu tuntutan dari kehidupan, sebab pada dasarnya di waktu Allah menciptakan makhlukNya yaitu di waktu manusia dilahirkan, Allah telah memberikan untuknya rezekinya. Memenuhi kebutuhan hidup adalah merupakan salah satu ajaran agama yang harus dipenuhi oleh setiap ummat Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam salah satu firman Allah dalam –Al-Qur’an, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Ada juga hadits Nabi yang menjelaskan ahwa kemiskinan itu sangat dekat dengan kekafiran.
Dari firman Allah dan hadits Nabi tersebut di atas, menjelaskan kepada kita bahwa sesungguhnya mencari peluang-peluang baru dalam bidang usaha untuk menghidupi diri, keluarga dan bahkan untuk menghidupi ummat Islam secara keseluruhan dalam bentuk menyiapkan lapangan kerja adalah merupakan salah satu ajaran agama Islam yang sangat esensial. Hanya saja yang perlu dijaga adalah jangan sampai usaha-usaha yang dilakukan itu melenceng dari rel dan rambu-rambu yang telah ditetapkan Allah SWT, baik yang tercantum dalam Al-Qur’an maupun yang tercantum dan Al-Hadits Rasulullah SAW.
Oleh karena itu maka seluruh potensi yang ada baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi harus dikembangkan sedemikian rupa untuk dapat menghidupi ummat manusia secara keseluruhan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Prof. Dr. M. Umer Chapra, seorang ahli ekonomi Islam terkenal :Dengan demikian maka pendayagunaan sumberdaya manusia secara penuh dan efisien merupakan bagian tak terpisahkan dari tujuan sistem yang islami, karena hal ini tidak hanya membantu pencapaian tujuan kelayakan ekonomi yang luas melainkan juga menyadarkan manusia akan harga diri yang dituntun oleh status mereka sebagai khalifah Allah. Pendayagunaan sumberdaya material yang efisien juga merupakan tujuan yang penting karena menurut Islam, semua sumber daya di langit dan dibumi diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia dan perlu dipergunakan dengan semestinya, tanpa menimbulkan ekses penghambur-hamburan, untuk hal-hal yang membuat mereka kreatif. Mereka yang karena sesuatu hal tidak dapat bekerja tetap mendapat, tanpa dipermalukan atau dicurigai, bantuan sebagaimana telah diajarkan oleh Islam dalam program solidaritas sosialnya.
Salah satu bidang usaha dalam rangka menghidupi diri, keluarga dan masyarakat di alam modern sekarang ini dan belum pernah dilakukan pada masa-masa terdahulu khususnya pada masa Rasulullah SAW, masa Shahabat, masa Tabi’in dan pada masa penyusunan kitab-kitab mazhab adalah “Bursa Efek”. Bursa Efek merupakan salah satu institusi terpenting yang beroperasi dalam pasar modal dan mempunyai pengaruh yan sangat besar dalam bidang perekonomian suatu negara terutama negara-negara yang menjalankan sistem ekonomi liberal atau kapitalis yang dikenal juga dengan ekonomi pasar.
Ekonomi negara secara makro (global) disifati menurut kestabilan, kekuatan dan kemantapan bursa efek. Ia merupakan cerminan ekonomi negara, sehingga negara memegang otoritas dan perhatian yang mendalam terhadap isntitusi tersebut dengan membuat undang-undang, peraturan pengawasan dan pembaharuan (revisi) terus menerus terhadap peraturan tersebut sehingga ia selaras dengan perkembangan dan penemuan-penemuan baru, baik secara regional maupun internasional. Namun demikian kita dituntut untuk selalu waspada, sebab persoalan ekonomi mempengaruhi semua sektor kehidupan masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut, makalah ini didudun untuk mengetahui lebih jelas apa yang dimaksud dengan bursa efek, serta bagaimana bursa efek dalam pandangan Islam.
B.    Rumusan Masalah
1.     Apakah pengertian dari Bursa efek?
2.     Apakah dasar hukum dari Bursa efek?
3.     Bagaimana Islam memandang bursa efek?
4.     Apa saja perbedaan mendasar antara bursa efek syariah dan konvensional?
5.     Bagaimana prinsip-prinsip dalam bursa efek syariah?
6.     Apakah fungsi dari bursa efek syariah?

C.    Tujuan
1.     Mahasiswa dapat memahami pengertian dari bursa efek.
2.     Mahasiswa dapat mengetahui dasar hukum bursa efek.
3.     Mahasiswa dapat memahami bagaimana bursa efek dalam pandangan Islam.
4.     Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan antara bursa efek syariah dan konvensional.
5.     Mahasiswa dapat mengetahui prinsip-prinsip dalam bursa efek syariah.
6.     Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari bursa efek syariah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Bursa Efek
Bursa efek adalah lembaga/perusahaan yang menyelenggarakan atau menyediakan fasilitas sistem-sistem pasar untuk mempertemukan penawaran jual beli efek antara berbagai perusahaan/perorangan yang terlibat dalam tujuan memperdagangkan efek perusahaan. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.[1]
Bursa efek bisa disebut juga dengan pasar modal, merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam ranngka memperoleh modal. Penjual (emitem) dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal, sehingga mereka berusaha untuk menjual efek di pasar pasar modal. Sehingga pembeli (Investor) adalah pihak yang ingiin membeli efek dari perusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Pasar modal dikenal dengan nama bursa efek, dan di Indonesia dewasa ini ada dua bursa efek, yaitu bursa efek Jakarta dan bursa efek Surabaya.[2]
Instrumen (efek) yang diperdagangkan di pasar modal seperti saham, obligasi dan instrumen turunannya saham merupakan tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan yang wujudnya berupa selembar kertas, yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan perusahaan itu. Sedangkan yang dimaksud dengan obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut telah membeli hutang perusahaan yang menerbitkan obligasi.
Dinamika dan proses perdagangan saham dan obligasi di bursa efek biasanya dilakukan melalui pasar perdana, kemudian dilanjutkan ke pasar sekunder. Yang dimaksud dengan pasar perdana adalah penjualan perdana saham atau obligasi oleh perusahaan yang menerbitkannya (emiten) di bursa efek kepada para investor. Selanjutnya para investor yang telah membeli efek tersebut dapat menjualnya kembali di lantai bursa dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Transaksi-transaksi yang terjadi setelah pasar perdana dinamakan sebagai pasar sekunder.
Bagi investor, untuk dapat melakukan transaksi di pasar modal, terlebih dahulu harus menjadi nasabah di salah satu atau beberapa perusahaan efek. Proses untuk menjadi nasabah di perusahaan efek sama dengan ketika membuka rekening untuk nasabah bank. Investor membuka rekening dengenan mengisi dokumen pembukaan rekening yang memuat identitas nasabah secara lengkap (termasuk tujuan investasi dan keadaan keuangan), serta keterangan tentang investasi yang akan dilakukan
Investor dapat melakukan order jual atau beli setelah disetujui untuk menjadi nasabah di perusahaan efek yang bersangkutan. Umumnya setiap perusahaan efek mewajibkan kepada nasabahnya untuk mendepositkan sejumlah uang tertentu sebagai jaminan bahwa nasabah tersebut layaknya melakukan jual beli saham. Jumlah deposit yang diwajibkan bervariasi, tergantung dari peraturan yang berlaku dari masing-masing perusahaan tersebut

B.    Dasar Hukum Bursa Efek
Para ahli fiqih kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperjual belikan surat berharga di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Ruang lingkup keharaman dapat ditinjau baik dari segi zatnya (haram li dzatihi) maupun selain zatnya (haram li ghairihi). Dalil-dalil yang mengharapkan jual beli efek perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan semua kegiatan haram tersebut. Begitu pula meskipun perusahaan public (emiten) bergerak di bidang usaha halal, namun dari kalangan ulama masih dijumpai adanya keberagaman pendapat. Diantranya misalnya: As-Sabhani dalam kitab: Al-Buyu' Al-Qadimah wa al-Mu'ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah; An-Nabhani; dalam kitab: an-Nizham al-Iqtishadi fi-Islam an-Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam; Dan Ali As-Salus dalam kitab: Mausu'ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu'ashirah wa al-Iqtishad al-Islami. Kegiatannya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya dalam beberapa hal akadnya perlu dibenahi. Karen itu sebelum dilakukan penyaringan (scening) dari segi usaha perusahaan, apakah telah memenuhi persyaratan sebagai perseroan Islami (syirkah Islamiyah) ataukah belum.
Di dalam Al-Qur’an An-Nisa’ ayat 29, Allah SWT berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

C.    Bursa Efek Dalam Pandangn Islam
Khalid Abd Al-Rahman Ahmad dalam bukunya Al Tafhir Al Iqtishadi Fi Al Islam, tidak hanya menilai tentang bursa efek, tetapi lebih jauh ia menilai perusahaan perseroan (persekutuan antar pemegang saham) itu sendiri. Menurut pendapatnya perseroan yang modalnya diwujudkan dalam lembaran-lembaran saham adalah batal dan tidak dibenarkan oleh syariat, alasannya:
1.     Perseroan itu tidak lagi didirikan atas dasar aktifitas anggota pemegang saham (mengolah dan memproduksi) untuk mengembangkan kekayaan dan sistem perekonomian sebagai yang dikenal Islam.
2.     Tidak adanya batas waktu berakhirnya persekutuan pemilik saham, juga bertentangan dengan syariat Islam.
3.     Terjadinya untung atau rugi tidak akan mempengaruhi besar kecilnya saham dalam perseroan.
4.     Dalam perseroan, para komisaris dan anggota direksi (manajer) selaku pengelola perusahaan selalu memperoleh bagian laba. Ini haram hukumnya menurut Islam.
Mengenai penerbitan obligasi, pandangan yang senada dikemukakan oleh majelis fatwa Al Syariah Kuwait. Dalam fatwa dinyatakan bahwa apabila obligasi itu merupakan instrumen investasi (qiradh), meka menerbitkan atau memperdagangkannya dibursa efek hukumnya haram secara qath’i. karena hal tersebut jelas termasuk riba. Tentang saham apabila pemilikan saham itu dimasukkan sebagai penyertaan dalam persekutuan modal ini tidak mengapa. Tetapi apabila saham dijadikan sebagai instrument infestasi (qiradh) kemudian diperdagangkan di bursa, ini sudah termasuk haram. Berbeda dengan kedua pandangan tersebut pendirian yang dikemukakan oleh Ali Abd Al Rasul, dosen dan doktor dalam bidang ilmu ekonomi Universitas Al Ahzar. Menurut pendapatnya bahwa kehadiran bursa saham serta obligasi adalah seiring dengan perkembangan perbankan, sebagai tuntutan yang dharuri dalam konteks sistem ekonomi dan politik. Kedua-duanya mubah hukumnya secara syar’i.
Pandangan Hukum Islam Untuk mengetahui apakah Bursa Efek dibenarkan dalam pandangan hukum Islam ataukah tidak, maka masalah ini akan penulis bahas dari tiga segi, pertama adalah dari sisi kelembagaan, kedua adalah dari sisi hakekat surat-surat berharga itu sendiri, ketiga dari segi transaksi.
Pertama, Kelembagaan Bursa Efek dari segi kelembagaan merupakan sebuah lembaga baru yang tidak dikenal pada masa Rasulullah SAW dan bahkan pada masa keemasan pengembangan Fiqh Islam (Masa Imam Mazhab). Bursa efek adalah merupakan lembaga baru yang belum terumuskan sebelumnya dalam kitab-kitab fiqh klasik. Oleh karena itu maka dalam rangka untuk menentukan apakah lembaga bursa efek ini sesuai dengan hukum Islam ataukah tidak, maka cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengembalikannya kepada koridor Siyasah Syar’iyah (politik Islam) yaitu asas manfaat dan menolak kerusakan. Hal ini sesuai dengan Kaidah Fiqhiyah yang menyebutkan bahwa semua inti persoalan ataupun apa saja, adalah dikembalikan kepada Kaidah Fiqhiyah yang pokok yaitu Artinya: Menolak kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan. Selain itu, istilah bursa efek tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang melarang penggunaan bentuk-bentuk manajemen dan organisasi bursa efek. Tidak ada batasan atas hal tersebut kecuali batasan manfaat yang hendak dicapai dan kerusakan yang hendak dihindari. Oleh karena itu maka bursa efek tidak bertentangan dengan Siyasah Syar’iyah, sebab siyasah syar’iyah adalah suatu perbuatan dalam rangka lebih dekat pada kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan walaupun tidak ditetapkan oleh Rasulullah SAW dan tidak diturunkan wahyu dalam hal itu.
Kedua, hakekat surat-surat berharga. Dari sisi surat-surat berharga adalah dokumen untuk menetapkan adanya hak kepemilikan dalam suatu proyek atau hutang atas hal itu. Transkasi dalam surat berharga tersebut bukan atas kertas itu sendiri melainkan atas hak-hak yang direpresentasikan oleh kertas-kertas tersebut. Surat berharga berdasarkan hal-hal yang direpresentasikan adakalanya berupa saham dan adakalanya berupa bonds (surat pengakuan hutang/obligasi). Masing-masing jenis surat berharga tersebut mempunyai pembagian yang bermacam-macam sesuai dengan sifat hak dan kewajiban yang dikandung oleh surat-surat tersebut. Dari sisi surat-surat berharga ini juga hampir sama dengan pembahasan tentang sisi kelembagaan tersebut di atas. Dari sisi ini juga tidak ada satu teks ayat atau hadits pun yang melarang tentang surat-surat berharga. Penulis beranggapan bahwa surat-surat berharga ini hanyalah sebagai pengganti dari nilai mata uang atau kepemilikan harta yang telah dituangkan dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dengan demikian maka hal ini hanyalah merupakan sesuatu yang sah-sah saja dan boleh-boleh saja dilakukan dalam bermuamalah dengan orang lain.
Ketiga, transaksi saham perusahaan yang beroperasi dalam hal-hal yang halal dan baik, modalnya bersih dari riba dan penyucian harta kotor serta tidak memberikan salah satu pemegang sahamnya keistimewaan materi atas pemegang saham lainnya. Saham perusahaan yang seperti ini adalah boleh secara syar’i, bahkan sangat dianjurkan dan disenangi (sunnah), karena adanya manfaat yang diraih dan kerusakan yang bisa dihindari dengan saham tersebut. Perdagangan (jual-beli) saham-saham perusahaan tersebut, aktifitas mediator, publikasi saham dan pendaftarannya serta ikut memperoleh bagian dari keuntungannya, semua itu diperbolehkan. Apalagi semua aktifitas dan dana yang ditanamkan di sana adalah bersumber dari yang halal. Hukum transaksi Saham atau Surat-Surat Berharga sangat tergantung pada asal usul modal dan bergerak dalam bidang apa perusahaan tersebut. Apabila modalnya dari yang halal dan bergerak pada usaha yang halal, maka hukumnya halal. Apabila sebaliknya modal dan usahanya yang haram, maka hukumnya adalah haram.

D.   Perbedaan Bursa Efek syariah dan Konvensional
Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakn haraga saham. Indeks saham merupakan tolok ukur untuk mengukur kinerja investasi pada saham, indikator keuntungan dan memfasilitasi berkembangnya produk derivative. Dalam indeks konvensional, indeks saham meneruskan seluruh saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang terpenting adalah saham emitem yang terdaftar sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Sedangkan dalam indeks syariah, saham-saham yang masuk adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariat Islam.[3]
Di indonesia terdapat Jakarta Islamic Index (JII), ia merupakan indeks yang terdiri dari beberapa saham yang sesuai dengan syariah. Artinya perusahaan yang terdaftar di JII bukan perusahaan yang memproduksi, mendistribusi atau menyediakan barang atau jasa yang akan menimbulkan mudharat atau kerusakan moral. JII tersebut dikaji setiap enam bulan sekali yaitu pada bulan Januari dan Juli. JII menjadi penting karena dapat digunakan sebagai benchmark untuk kinerja portofolio syariah.
Prinsip-prinsip islam dalam  muamalah yang harus di perhatikan oleh pelaku invesstasi syariah (pihak terkakait) adalah;[4]
1.     Tidak memberi rizki pada hal yang harm, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakan hal-hal yang haram.
2.     Tidak mendholimi dan tidak di dholimi.
3.     Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4.     Tidak ada unsur riba, maysir dan gharar(ketidak jelasan).
5.     Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
Dalam bursa efek syariah, ada beberapa prinsip yang benar-benar harus dipegang oleh para pelaku usaha di bursa efek , anatara lain:[5]
1.     Instrumen atau efek yang diperjual belikan harus sejalan dengan prinsip syariah yang terbebasdari unsure riba dan gharar (ketiadak pastian).
2.     Emitem yang mengeluarkan efek syariah baik berupa saham ataupun sukuk harus mentaati semua aturan syariah.
3.     Semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, bukan mengharap keuntungan dari kontrak utang piutang.
4.     Semua transaksi tiadak mengandung gharar atau spekulasi.
Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan pada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pemeblian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariat Islam. Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didholimi. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif dan semua transaksi harus transparan.



E.    Fungsi Bursa Efek Syariah
Adapun fungsi dari keberadaan bursa efek syariah menurut MM. Metwally adalah sebagai berikut:
1.     Memungkinkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan resikonya.
2.     Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas.
3.     Memungkiankan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya.
4.     Memisahhkan  operasi keggiatan bisnis dari fluktuasi janngka pendek pada harga saham yang merupakan cirri umum pada pasar modal konvensional.
5.     Memungkinkan investassi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisniis. Sebagaimana tercermin pada harga saham.[6]


BAB III
KESIMPULAN

Bursa Efek adalah tempat transaksi produk-produk surat berharga di bawah pembinaan dan pengawasan pemerintah. Bursa efek ini adalah merupakan salah satu bentuk lembaga dimana ummat manusia melakukan aktifitas perekomian dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Bursa Efek dari sisi Kelembagaan adalah merupakan lembaga baru yang belum pernah diatur sebelumnya baik dalam al-Qur’an maupun dalam al-Hadits. Oleh karena itu secara kelembagaan ia adalah merupakan lembaga yang sah-sah dan boleh-boleh saja berdiri. Saham atau surat-surat berharga adalah merupakan sesuatu yang diperjual belikan pada bursa efek. Saham atau surat-surat berharga tersebut juga sesuatu yang doleh-boleh saja sebab saham hanyalah pengganti mata uang atau harta dalam bentuk surat.d. Hukum transaksi Saham atau Surat-Surat Berharga sangat tergantung pada asal usul modal dan bergerak dalam bidang apa perusahaan tersebut. Apabila modalnya dari yang halal dan bergerak pada usaha yang halal, maka hukumnya halal. Apabila sebaliknya modal dan usahanya yang haram, maka hukumnya adalah haram. Namun apabila ada pencampur adukan antara yang halal dan yang haram, maka para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan halal dan ada juga yang mengatakan haram


[1] Heri sudarsono,Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta:EKONISIA, 2008) hal. 191
[2] Ahmad Rodomi ddk, Lembaga Keuangan Syariah ( Jakarta : ZIKRAL,2008) hal. 123
[3] M.Sholehudin, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam (Surakkarta : Muhamadiyah Universitas Press, 2006), hal. 160-162
[4] Yani Mulyaningsih, Kriteria Investasi Syariah dalam Konteks kekinian ( yogyakarta : Kreasi Wacana, 2008), hal. 95
[5] Ibid....., Hal. 196
[6] MM Metwally, Teori dan E konomi Islam ( Jakarta :Bangkit Daya Insani, 1995), hal. 177