Sabtu, 16 Mei 2015

Makalah Teori Konsumsi Islam


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Dalam pengertian sehari-hari, manusia merupakan bagian anggota masyarakat yang memiliki upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk itu warga masyarakat tidak terlepas dari konsumsi, yaitu pengeluran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran konsumsi terutama dalam konsumsi rumah tangga, memiliki pengaruh besar terhadap stabilitas perekonomian. Karena pada kenyataannya pengeluaran konsumsi rumah tangga mencapai tiga hingga enam kali lipat konsumsi pemerintahan.
Konsumsi merupakan seruan dari Allah kepada manusia untuk hidupnya di dunia ini agar dapat menjalankan peranannya sebagai khalifah di bumi. Sehingga segala hal yang dilakukan di dunia ini tidak terlepas dari norma-norma dan ajaran Islam. Dalam Islam telah diatur bagaimana  hendaknya manusia berperilaku dalam konsumsi.
Makalah ini akan membahas tentang konsumsi dalam islam dan teorinya dibandingkan dengan teori konsumsi konvensional.

B.  Rumusan Masalah
  1. Apa saja dasar hokum perilaku konsumen?
  2. Bagaimanakah prinsip dasar konsumsi dalam Islam?
  3. Bagaimankah teori konsumsi dalam Islam?
C.  Tujuan
  1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana seharusnya perilaku konsumen dalam Islam.
  2. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja dasar-dasar konsumsi dalam Islam.
  3. Mahasiswa dapat mengetahiu bagaimana teori-teori konsumsi dalam Islam.

BAB II
KAJIAN TEORI

Pendapat beberapa ahli tentang teori konsumsi, antara lain:[1]
  1. Teori J.M Keynes
Teori ini terkenal dengan Absolut Income Theory (teori pendapatan absolute). Keynes menyatakan tentang hubungan pengeluran konsumsi dengan pendapatan nasional yang di ukur berdasarkan harga konstan. Dan besarnya konsumsi sangat bergantung pada besarnya pendapatan, maka semakin tinggi pula konsumsi dan sebaliknya. Keynes mengatakan bahwa ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung pada tingkat pendapatan. Jadi, pengeluaran konsumsi minimum tersebut harus tetap dipenuhi oleh masyarakat meskipun tingkat pendapatan sama dengan nol (outonomous consumtion). Jika penghasilan bertambah, maka pengeluaran konsumsi akan meningkat. Akan tetapi tambahan konsumsi tidak sebesar tambahan pendapatan disposabel. Seperti halnya dalam negara yang makin makmur dan sejahtera atau di negara-negara maju. Porsi pertambahan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makin berkurang, sedangkan kemampuan menabung meningkat. Ini berarti, persediaan dana investasi dalam negeri juga meningkat. Keynes juga menyatakan: “apabila pendapatan makin tinggi, MPC tetap sedangkan APC akan menurun. Jadi semakin tinggi pendapatan maka APC semakin turun aatau kecil.
  1. Teori Keuzen
Dalam teori ini kenzen mengutarakan penemuannya,antara lain;
1.      Perlu dibedakan antara fungsi konsumsi jangka panjang dan fungsi konsumsi jangka pendek, karena kedua fungsi tersebut dari hasil struktur empirisnya berbeda.
2.      Fungsi konsumsi jangka pendek ternyata mengalami pergeseran ke atas. Dapat dikatakan bahwa nilai konsumsi meningkat dari waktu kewaktu
Dari penemuan inilah maka keuzen menyatakan bahwa yang dibahas Keynes adalah teori konsumsi jangka pendek. Konsumsi jangka panjang dimulai dari nol dan konsumsi masyarakat jangka pendek berubah setiap saat. Perubahan ini akan menambah konsumsi,jadi dalam jangka panjang MPC = APC.


3.      Teori Ando,R.Bruimberg dan F.Modigliani.S
Dalam teori ini mereka menyatakan bahwa begitu seseorang lahir, ia sudah mempunyai kebutuhan-kebutuhan hidup yang menuntut untuk dipenuhi, meskipun jelas usia tersebut sama sekali belum dapat berpartisipasi dalam pembentukan produk nasional. Ini berarti pendapatan sebesar nol dan jumlah pengeluaran konsumsinya positif, memaksa orang tersebut melakukan dissaving. Baru setelah dewasa dan memasuki anngkatan kerja ia dapat memperoleh pendapatan dan pada usia berikutnya baru lagi terjadi dissaving kemudian pendapatan tersebut meningkat sehingga terjadi saving sampaai umur berikutnya. Bila umurnya masih panjang, maka kembali terjadi dissaving.
4.      Teori James Desenbery
James Desenbery mengemukakan pendapatnya bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Ia berpendapat bahwa apabila pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi ini, mereka terpaksa mengurangi saving. Selanjutnya Desenbery juga sependapat dengan penemuan Kuznets bahwa untuk setiap pendapatan yang dicapai mempunyai fungsi konsumsi jangka pendek sendiri-sendiri.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Dasar Hukum Perilaku Konsumen
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap perilaku manusi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.
Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah SWT kepada sang khalifaf agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Dalam satu pemanfaatan yang telah diberikan kepada sang khalifah adalah kegiatan ekonomi dan lebih sempit lagi kegiatan konsumsi. Islam mengajarkan kepada sang khalifah untuk memakai dasar yang benar agar mendapat keridhaan dari Allah SWT.
Adapun dasar hokum konsumsi dalam Islam antara lain;[2]
a.       Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an yang menjadi dasar hokum konsumsi adalah surat Al-A’raaf ayat 31 yang  artinya: “….makan dan minumlah,namun janganlah berlebih-lebih,sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Dalam ayat tersebut jelah bahwa Allah memerintahkan kita untuk makan dan minum. Namun dalam melakukan konsumsi islam melarang untuk bersikap berlebihan, karana sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.
b.      As-Sunnah
Dari Abu Said Al-chodry berkata; “ketika kami bepergian bersama Nabi SAW, mendadak dating seseorang berkendaraan, sambil menoleh ke kanan dan kekiri seolah-olah mengharapkan bantuan makanan, maka, Nabi bersabda; “siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan harus dibantukan pada yang tidak mempunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan kepada orang yang tak berbekal.” Kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R. Muslim). Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa kita boleh melakukan konsumsi, namun tidak boleh lebih dari apa yang kita butuhkan. Dan kita harus berbagi dengan orang lain yang tak punya.
c.       Ijtihad para Ahli Fiqh
Ijtihad berarti meneruskan setiap usaha untuk menentukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat.

B.  Prinsip Konsumsi Dalam Islam
Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan materi yang luar biasa sekarang ini, untuk mengurangi energy manusia dalam mengejar cita-cita spiritualnya. Perkembangan batiniah yang bukan perluasan lahiriah telah dijadikan cita-cita tertinggi manusia dalam hidup. Tetapi semangat modern dunia barat sekalipun tidak merendahkan nilai kebutuhan akan kesempurnaan batin, namun rupanya mengalihkan tekanan kea rah perbaikan kondisi-kondisi kehidupan material. Dalam ekonomi Islam, konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar, antara lain;
1.      Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari reaeki secara halal dan tidak dilarang hokum. Dalam soal makanan dan minuman, yang dilarang adalah darah,daging binatang yang telah mati sendiri,daging babi dan daging binatang yang ketika disembelih tidak disebutkan nama selain Allah, seperti yang tertulis dalam al-Qur’an surat Albaqarah ayat 173. Tiga golongan pertama yang dilarang karena hewan-hewan itu berbahaya bagi tubuh, sebab yang berbahaya bagi tubuh juga berbahaya bagi jiwa. Larangan terakhir berkaitan dengan segala sesuatu yang langsung membahyakan moral dan spiritual, karena seolah-olah hal ini sama dengan mempersekutukan Allah. Kelonggaran diberikan kepada orang-orang yang terpaksa dan bagi orang-orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhan saat itu juga.
2.      Prinsip Kebersihan
Syarat yang ke dua ini tercantum dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah tentang makanan. Makanan yang akan dikonsumsi haruslah baik dan cocok untuk dimakan, yang berarti tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan.
Prinsip ini memiliki manfaat bagi kesehatan, karena bila semua orang menerapkan prinsip ini denga baik maka akan kecil kemungkinan tubuhnya terkena penyakit. Dengan makan makanan yang bersih badan akan menjadi sehat dan tentunya akan tumbuh jiwa yang kuat. Dengan tubuh dan jiwa yang kuat tentunya orang muslim tidak akan terhalang dalam melakukan ibadah sehari-hari. Selain itu kebersihan juga merupakan sebagian dari iman.
3.      Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia dalam melakukan konsumsi. Dalam prinsip ini diajarkan bahwa tidak baik bila seseorang itu berlebihan. Seperti yang tercantum dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 87, yang artinya; “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas”. Arti penting dalam ayat ini adalah kurang maka adalah dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian juga bila perut diisi secara berlebihan tentu akan ada pengaruhnya bagi perut. Maka hendaklah orang-orang muslim hidup sederhana saja. Baik itu dalam makanan ataupun dalam belanja sehari-hari. Karena dengan hidup sederhana tidak akan menjadikan seseorang bersikap sombong terhadap yang lain. Hendaklah kebutuhan hidup dipenuhi sesuai dengan tingkat kebutuhannya, yang berarti tidak membelanjakan harta untuk barang-barang yang tidak perlu.
4.       Prinsip Kemurahan Hati
Dengan menaati  perintah Islam yang tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hatinya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan dan kesehatan yang lebih baik, dengan tujuan untuk menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntutan-Nya. Kemurahan hati Allah tercermin dari Qs.Almaidah ayat 93, yang artinya; “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang dalam perjalanan, dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepadaNya lah kamu akan dikumpulkan.  Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa, hendaknya seseorang senantiasa bersyukur atas kemmurahan hati Allah. Karena dengan kemurahannya kita dapat makan dan minum makanan yang lezat, dimana itu merupakan kebutuhan pokok dalam hidup. Dan dengan prinsip ini tidak akan menjadikan manusia lupa bahwa semua kenikmatan yang didapat adalah berasal dari Allah karena kemurahan hati-Nya.
5.      Prinsip Moralitas
Prinsip ini menekankan pada tujuan akhir dalam konsumsi, yaitu bukan hanya sekedar terpenuhinya kebutuhan tubuh, melainkan untuk peningkatan nilai-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan, dan berterimakasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan measakan kehadiran Tuhan pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini sangat penting karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang seimbang.

C.  Teori Konsumsi Dalam Islam
Barang-barang kebutuhan dasar dapat didefinisikan sebagai barang dan jasa yang mampu memenuhi suatu kebutuhan atau mengurangi kesulitan hidup sehingga memberikan perbedaan yang nyata dalam kehidupan konsumen. Barang-barang mewah sendiri dapat didefinisikan sebagai semua barang dan jasa yang diinginkan baik untuk kebanggaan diri ataupun untuk sesuatu yang sebenarnya tidak memberikan peubahan yang berarti bagi kehidupan konsumen.
Lebih lanjut Chapra mengatakan bahwa konsumsi agregat yang sama mungkin memiliki proporsi kebutuhan dasar dan barang mewah yang berbeda, dan tercapai tidaknya pemenuhan suatu kebutuhan  tidak bergantung pada proporsi sumberdaya yang dialokasikan kepada masing-masing konsumsi. Semakin banyak sumberdaya masyarakat yang digunakan untuk konsumsi dan produksi barang barang dan jasa mewah, semakin sedikit sumberdaya yang tersedia untuk pemenuhan kebutuhan dasar. Dengan demikian, meski terjadi peningkatan pada konsumsi agregat, ada kemungkinan bahwa kehidupan masyarakat tidak menjadi lebih baik dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan dasar penduduk miskin, jika semua peningkatan yang terjadi  pada konsumsi tersebut lari ke penduduk kaya untuk pemenuhan kebuuhan barang-barang mewah.
Fungsi konsumsi dalam ilmu makroekonomi konvensional tidak memperhitungkan komponen-komponen konsumsi agreget ini. Yang lebih banyak dibicarakan dalam ilmu ekonomi konvensional terutama mengenai pengaruh dan tingkat harga dan pendapatan terhadap konsumsi. Hal ini dapat memperburuk analisis, karena saat tingkat harga dan pendapatan benar-benar memainkan peran yang substansi dalam menentukan konsumsi agregat. Ada sejumlah factor moral, social ,politik, ekonomi dan sejarah yang  mempengaruhi pengalokasiannya pada masing-masing konsumen. Dengan demikian faktor-faktor nilai dan kelembagaan serta preferensi, distribusi pendapatan dan kekayaan, perkembanga sejarah, serta kebijakan-kebijakan pemerintah tetunya tidak dapat diabaikan dalam analisis ekonomi.
Sejumlah ekonom muslim, diantarnya; Zarqa, monzer Kahf, M.M Metwallay, Fahim khan, M.A. Manan, M.A choudury, munawar iqbal, dan lain-lain telah beruha memformalisaikan fungsi konsumsi yan g mencerminkan factor- factor tambahan ini meskipun tidak seluaruhnya, mereka beranggapan bahwa tingkat harga saja tidaklah cukup mengurangi tingkat konsumsi barang mewah yang dilakukan oleh orang kaya. Diperlukan cara untuk mengubah sikap, selera preferensi, memberikan motivasi yang tepat, serta menciptakan lingkungan social yang memandang buruk konsumsi sseperti itu. Disamping itu perlu juga untuk menyediakan sumberdaya bagi penduduk miskin guna meningkatkan daya beli atas barang dan jasa yang terkait dengan kebutuhan dasar. Hal  inilah yang mencoba dipenuhi oleh paradigm religious, khusunya Islam, dengan menekankan perubahan individu dan social melaui reformasi moral dan kelembagaan.
Norma konsumsi Islami mungkin dapat memmbantu memberikan orientasi prefensi individual yang menentang konsumsi barang-barang mewah. Dan bersama denga jaringan pengaman social, zakat, serta pengeluaran-pengeluaran untuk amal mempengaruhi alokasi dari sumberdaya yang dapat meningkatkan tingkat konsumsi pada komponen barang kebutuhan dasar. Produsen kemudian mungkin akan merespon permintaan ini sehingga volume investasi yang lebih besar dialihkan kepada   produksi barang-baranng yang terkait dengan kebutuhan dasar.


[1] http//www.konsumsidalam islamvskonvensional.html
[2]

1 komentar:

  1. Makalah ditulis saat menempuh kuliah S1 semester 4 tahun 2010

    BalasHapus