BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pengertian sehari-hari,
manusia merupakan bagian anggota masyarakat yang memiliki upaya pemenuhan
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk itu warga masyarakat tidak terlepas dari
konsumsi, yaitu pengeluran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam
suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran konsumsi terutama
dalam konsumsi rumah tangga, memiliki pengaruh besar terhadap stabilitas
perekonomian. Karena pada kenyataannya pengeluaran konsumsi rumah tangga
mencapai tiga hingga enam kali lipat konsumsi pemerintahan.
Konsumsi merupakan seruan dari Allah kepada manusia untuk hidupnya
di dunia ini agar dapat menjalankan peranannya sebagai khalifah di bumi.
Sehingga segala hal yang dilakukan di dunia ini tidak terlepas dari norma-norma
dan ajaran Islam. Dalam Islam telah diatur bagaimana hendaknya manusia berperilaku dalam konsumsi.
Makalah ini akan membahas tentang konsumsi dalam islam dan teorinya
dibandingkan dengan teori konsumsi konvensional.
B. Rumusan Masalah
- Apa saja dasar hokum perilaku konsumen?
- Bagaimanakah prinsip dasar konsumsi dalam Islam?
- Bagaimankah teori konsumsi dalam Islam?
C. Tujuan
- Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana seharusnya perilaku konsumen dalam Islam.
- Mahasiswa dapat mengetahui apa saja dasar-dasar konsumsi dalam Islam.
- Mahasiswa dapat mengetahiu bagaimana teori-teori konsumsi dalam Islam.
BAB II
KAJIAN TEORI
Pendapat beberapa
ahli tentang teori konsumsi, antara lain:[1]
- Teori J.M Keynes
Teori ini terkenal dengan Absolut Income Theory (teori pendapatan
absolute). Keynes menyatakan tentang hubungan pengeluran konsumsi dengan
pendapatan nasional yang di ukur berdasarkan harga konstan. Dan besarnya
konsumsi sangat bergantung pada besarnya pendapatan, maka semakin tinggi pula
konsumsi dan sebaliknya. Keynes mengatakan bahwa ada batas konsumsi minimal
yang tidak tergantung pada tingkat pendapatan. Jadi, pengeluaran konsumsi
minimum tersebut harus tetap dipenuhi oleh masyarakat meskipun tingkat
pendapatan sama dengan nol (outonomous consumtion). Jika penghasilan bertambah,
maka pengeluaran konsumsi akan meningkat. Akan tetapi tambahan konsumsi tidak
sebesar tambahan pendapatan disposabel. Seperti halnya dalam negara yang makin
makmur dan sejahtera atau di negara-negara maju. Porsi pertambahan pendapatan
yang digunakan untuk konsumsi makin berkurang, sedangkan kemampuan menabung
meningkat. Ini berarti, persediaan dana investasi dalam negeri juga meningkat.
Keynes juga menyatakan: “apabila pendapatan makin tinggi, MPC tetap sedangkan
APC akan menurun. Jadi semakin tinggi pendapatan maka APC semakin turun aatau
kecil.
- Teori Keuzen
Dalam teori ini kenzen mengutarakan penemuannya,antara lain;
1. Perlu dibedakan antara fungsi konsumsi jangka
panjang dan fungsi konsumsi jangka pendek, karena kedua fungsi tersebut dari
hasil struktur empirisnya berbeda.
2. Fungsi konsumsi jangka pendek ternyata
mengalami pergeseran ke atas. Dapat dikatakan bahwa nilai konsumsi meningkat
dari waktu kewaktu
Dari penemuan inilah maka keuzen menyatakan bahwa yang dibahas
Keynes adalah teori konsumsi jangka pendek. Konsumsi jangka panjang dimulai
dari nol dan konsumsi masyarakat jangka pendek berubah setiap saat. Perubahan
ini akan menambah konsumsi,jadi dalam jangka panjang MPC = APC.
3. Teori Ando,R.Bruimberg dan F.Modigliani.S
Dalam teori ini mereka menyatakan bahwa begitu seseorang lahir, ia
sudah mempunyai kebutuhan-kebutuhan hidup yang menuntut untuk dipenuhi,
meskipun jelas usia tersebut sama sekali belum dapat berpartisipasi dalam
pembentukan produk nasional. Ini berarti pendapatan sebesar nol dan jumlah
pengeluaran konsumsinya positif, memaksa orang tersebut melakukan dissaving.
Baru setelah dewasa dan memasuki anngkatan kerja ia dapat memperoleh pendapatan
dan pada usia berikutnya baru lagi terjadi dissaving kemudian pendapatan
tersebut meningkat sehingga terjadi saving sampaai umur berikutnya. Bila
umurnya masih panjang, maka kembali terjadi dissaving.
4. Teori James Desenbery
James Desenbery mengemukakan pendapatnya bahwa pengeluaran konsumsi
suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang
pernah dicapainya. Ia berpendapat bahwa apabila pendapatan berkurang, konsumen
tidak akan banyak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk
mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi ini, mereka terpaksa mengurangi
saving. Selanjutnya Desenbery juga sependapat dengan penemuan Kuznets bahwa
untuk setiap pendapatan yang dicapai mempunyai fungsi konsumsi jangka pendek
sendiri-sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum Perilaku Konsumen
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap perilaku manusi
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam
mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang
membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam
mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Perilaku
konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa
pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.
Islam
memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah SWT kepada
sang khalifaf agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.
Dalam satu pemanfaatan yang telah diberikan kepada sang khalifah adalah
kegiatan ekonomi dan lebih sempit lagi kegiatan konsumsi. Islam mengajarkan
kepada sang khalifah untuk memakai dasar yang benar agar mendapat keridhaan
dari Allah SWT.
Adapun
dasar hokum konsumsi dalam Islam antara lain;[2]
a. Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an yang menjadi dasar hokum konsumsi adalah
surat Al-A’raaf ayat 31 yang artinya: “….makan dan minumlah,namun janganlah
berlebih-lebih,sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.” Dalam ayat tersebut jelah bahwa Allah memerintahkan kita
untuk makan dan minum. Namun dalam melakukan konsumsi islam melarang untuk
bersikap berlebihan, karana sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.
b. As-Sunnah
Dari Abu Said Al-chodry berkata; “ketika kami bepergian
bersama Nabi SAW, mendadak dating seseorang berkendaraan, sambil menoleh ke
kanan dan kekiri seolah-olah mengharapkan bantuan makanan, maka, Nabi bersabda;
“siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan harus dibantukan pada yang tidak
mempunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan
kepada orang yang tak berbekal.” Kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam
jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang
lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R. Muslim). Dari hadits tersebut dapat
disimpulkan bahwa kita boleh melakukan konsumsi, namun tidak boleh lebih dari apa
yang kita butuhkan. Dan kita harus berbagi dengan orang lain yang tak punya.
c. Ijtihad para Ahli Fiqh
Ijtihad berarti meneruskan setiap usaha untuk menentukan
sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat.
B. Prinsip Konsumsi Dalam Islam
Etika
ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan materi yang luar biasa
sekarang ini, untuk mengurangi energy manusia dalam mengejar cita-cita
spiritualnya. Perkembangan batiniah yang bukan perluasan lahiriah telah
dijadikan cita-cita tertinggi manusia dalam hidup. Tetapi semangat modern dunia
barat sekalipun tidak merendahkan nilai kebutuhan akan kesempurnaan batin,
namun rupanya mengalihkan tekanan kea rah perbaikan kondisi-kondisi kehidupan
material. Dalam ekonomi Islam, konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar,
antara lain;
1. Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari reaeki secara halal dan tidak dilarang hokum. Dalam soal makanan dan minuman, yang dilarang adalah darah,daging binatang yang telah mati sendiri,daging babi dan daging binatang yang ketika disembelih tidak disebutkan nama selain Allah, seperti yang tertulis dalam al-Qur’an surat Albaqarah ayat 173. Tiga golongan pertama yang dilarang karena hewan-hewan itu berbahaya bagi tubuh, sebab yang berbahaya bagi tubuh juga berbahaya bagi jiwa. Larangan terakhir berkaitan dengan segala sesuatu yang langsung membahyakan moral dan spiritual, karena seolah-olah hal ini sama dengan mempersekutukan Allah. Kelonggaran diberikan kepada orang-orang yang terpaksa dan bagi orang-orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhan saat itu juga.
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari reaeki secara halal dan tidak dilarang hokum. Dalam soal makanan dan minuman, yang dilarang adalah darah,daging binatang yang telah mati sendiri,daging babi dan daging binatang yang ketika disembelih tidak disebutkan nama selain Allah, seperti yang tertulis dalam al-Qur’an surat Albaqarah ayat 173. Tiga golongan pertama yang dilarang karena hewan-hewan itu berbahaya bagi tubuh, sebab yang berbahaya bagi tubuh juga berbahaya bagi jiwa. Larangan terakhir berkaitan dengan segala sesuatu yang langsung membahyakan moral dan spiritual, karena seolah-olah hal ini sama dengan mempersekutukan Allah. Kelonggaran diberikan kepada orang-orang yang terpaksa dan bagi orang-orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhan saat itu juga.
2. Prinsip Kebersihan
Syarat yang ke dua ini tercantum dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah
tentang makanan. Makanan yang akan dikonsumsi haruslah baik dan cocok untuk
dimakan, yang berarti tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam
semua keadaan.
Prinsip ini memiliki manfaat bagi kesehatan, karena bila semua orang
menerapkan prinsip ini denga baik maka akan kecil kemungkinan tubuhnya terkena
penyakit. Dengan makan makanan yang bersih badan akan menjadi sehat dan
tentunya akan tumbuh jiwa yang kuat. Dengan tubuh dan jiwa yang kuat tentunya
orang muslim tidak akan terhalang dalam melakukan ibadah sehari-hari. Selain
itu kebersihan juga merupakan sebagian dari iman.
3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia dalam melakukan konsumsi.
Dalam prinsip ini diajarkan bahwa tidak baik bila seseorang itu berlebihan.
Seperti yang tercantum dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 87, yang artinya;
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas”. Arti
penting dalam ayat ini adalah kurang maka adalah dapat mempengaruhi pembangunan
jiwa dan tubuh, demikian juga bila perut diisi secara berlebihan tentu akan ada
pengaruhnya bagi perut. Maka hendaklah orang-orang muslim hidup sederhana saja.
Baik itu dalam makanan ataupun dalam belanja sehari-hari. Karena dengan hidup
sederhana tidak akan menjadikan seseorang bersikap sombong terhadap yang lain.
Hendaklah kebutuhan hidup dipenuhi sesuai dengan tingkat kebutuhannya, yang
berarti tidak membelanjakan harta untuk barang-barang yang tidak perlu.
4. Prinsip
Kemurahan Hati
Dengan menaati perintah Islam
yang tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal
yang disediakan Tuhan karena kemurahan hatinya. Selama maksudnya adalah untuk
kelangsungan hidup dan dan kesehatan yang lebih baik, dengan tujuan untuk
menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntutan-Nya.
Kemurahan hati Allah tercermin dari Qs.Almaidah ayat 93, yang artinya; “Dihalalkan
bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai
makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang dalam perjalanan, dan diharamkan
atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan
bertakwalah kepada Allah yang kepadaNya lah kamu akan dikumpulkan. Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa,
hendaknya seseorang senantiasa bersyukur atas kemmurahan hati Allah. Karena
dengan kemurahannya kita dapat makan dan minum makanan yang lezat, dimana itu
merupakan kebutuhan pokok dalam hidup. Dan dengan prinsip ini tidak akan
menjadikan manusia lupa bahwa semua kenikmatan yang didapat adalah berasal dari
Allah karena kemurahan hati-Nya.
5. Prinsip Moralitas
Prinsip ini menekankan pada tujuan akhir dalam konsumsi, yaitu bukan
hanya sekedar terpenuhinya kebutuhan tubuh, melainkan untuk peningkatan
nilai-nilai moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarkan untuk menyebut nama
Allah sebelum makan, dan berterimakasih kepada-Nya setelah makan. Dengan
demikian ia akan measakan kehadiran Tuhan pada waktu memenuhi
keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini sangat penting karena Islam menghendaki
perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang seimbang.
C. Teori Konsumsi Dalam Islam
Barang-barang
kebutuhan dasar dapat didefinisikan sebagai barang dan jasa yang mampu memenuhi
suatu kebutuhan atau mengurangi kesulitan hidup sehingga memberikan perbedaan
yang nyata dalam kehidupan konsumen. Barang-barang mewah sendiri dapat
didefinisikan sebagai semua barang dan jasa yang diinginkan baik untuk
kebanggaan diri ataupun untuk sesuatu yang sebenarnya tidak memberikan peubahan
yang berarti bagi kehidupan konsumen.
Lebih
lanjut Chapra mengatakan bahwa konsumsi agregat yang sama mungkin memiliki
proporsi kebutuhan dasar dan barang mewah yang berbeda, dan tercapai tidaknya
pemenuhan suatu kebutuhan tidak
bergantung pada proporsi sumberdaya yang dialokasikan kepada masing-masing
konsumsi. Semakin banyak sumberdaya masyarakat yang digunakan untuk konsumsi dan
produksi barang barang dan jasa mewah, semakin sedikit sumberdaya yang tersedia
untuk pemenuhan kebutuhan dasar. Dengan demikian, meski terjadi peningkatan
pada konsumsi agregat, ada kemungkinan bahwa kehidupan masyarakat tidak menjadi
lebih baik dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan dasar penduduk miskin, jika
semua peningkatan yang terjadi pada
konsumsi tersebut lari ke penduduk kaya untuk pemenuhan kebuuhan barang-barang
mewah.
Fungsi
konsumsi dalam ilmu makroekonomi konvensional tidak memperhitungkan
komponen-komponen konsumsi agreget ini. Yang lebih banyak dibicarakan dalam
ilmu ekonomi konvensional terutama mengenai pengaruh dan tingkat harga dan
pendapatan terhadap konsumsi. Hal ini dapat memperburuk analisis, karena saat
tingkat harga dan pendapatan benar-benar memainkan peran yang substansi dalam
menentukan konsumsi agregat. Ada sejumlah factor moral, social ,politik,
ekonomi dan sejarah yang mempengaruhi
pengalokasiannya pada masing-masing konsumen. Dengan demikian faktor-faktor
nilai dan kelembagaan serta preferensi, distribusi pendapatan dan kekayaan,
perkembanga sejarah, serta kebijakan-kebijakan pemerintah tetunya tidak dapat
diabaikan dalam analisis ekonomi.
Sejumlah
ekonom muslim, diantarnya; Zarqa, monzer Kahf, M.M Metwallay, Fahim khan, M.A.
Manan, M.A choudury, munawar iqbal, dan lain-lain telah beruha memformalisaikan
fungsi konsumsi yan g mencerminkan factor- factor tambahan ini meskipun tidak
seluaruhnya, mereka beranggapan bahwa tingkat harga saja tidaklah cukup
mengurangi tingkat konsumsi barang mewah yang dilakukan oleh orang kaya.
Diperlukan cara untuk mengubah sikap, selera preferensi, memberikan motivasi
yang tepat, serta menciptakan lingkungan social yang memandang buruk konsumsi
sseperti itu. Disamping itu perlu juga untuk menyediakan sumberdaya bagi
penduduk miskin guna meningkatkan daya beli atas barang dan jasa yang terkait
dengan kebutuhan dasar. Hal inilah yang
mencoba dipenuhi oleh paradigm religious, khusunya Islam, dengan menekankan
perubahan individu dan social melaui reformasi moral dan kelembagaan.
Norma
konsumsi Islami mungkin dapat memmbantu memberikan orientasi prefensi
individual yang menentang konsumsi barang-barang mewah. Dan bersama denga
jaringan pengaman social, zakat, serta pengeluaran-pengeluaran untuk amal
mempengaruhi alokasi dari sumberdaya yang dapat meningkatkan tingkat konsumsi
pada komponen barang kebutuhan dasar. Produsen kemudian mungkin akan merespon
permintaan ini sehingga volume investasi yang lebih besar dialihkan kepada produksi barang-baranng yang terkait dengan
kebutuhan dasar.
Makalah ditulis saat menempuh kuliah S1 semester 4 tahun 2010
BalasHapus